Permasalahan air perpipaan yang sulit berkembang merupakan salah satu tantangan serius yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, terutama di wilayah sub-urban dan perkotaan. Pada kenyataannya, sistem penyediaan air bersih melalui perpipaan masih belum merata dan seringkali mengalami berbagai hambatan yang sulit diatasi. Artikel ini akan mengulas faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan dalam perkembangan sistem air perpipaan di Indonesia.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan kesulitan dalam pengembangan sistem air perpipaan adalah kurangnya perencanaan tata ruang yang baik di wilayah perumahan, terutama di wilayah sub-urban. Banyak perumahan di Indonesia tidak tertata dengan baik, sehingga sulit untuk mendirikan sistem tower atau menara air yang diperlukan untuk mendistribusikan air bersih ke rumah-rumah. Akibatnya, penduduk di wilayah tersebut sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan pasokan air bersih yang memadai.
Selain itu, tarif listrik industri yang dikenakan pada Air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) juga menjadi kendala dalam pengembangan sistem air perpipaan. Tarif listrik yang tinggi dapat menyebabkan biaya operasional PDAM meningkat, sehingga sulit untuk memberikan layanan air bersih yang terjangkau bagi masyarakat. Hal ini menjadi ironi karena air adalah kebutuhan pokok yang seharusnya diakses oleh semua lapisan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Kendala lainnya adalah struktur pengelolaan air di Indonesia. Saat ini, PDAM dikuasai oleh kota atau kabupaten, yang seringkali memiliki skala yang terlalu kecil untuk mengelola sistem air perpipaan dengan efisien. Sementara itu, sumber air dikelola oleh negara melalui kementerian teknis di tingkat provinsi. Akibatnya, terdapat kesenjangan dalam pengelolaan dan pengawasan yang dapat menghambat pengembangan sistem air perpipaan yang efisien dan berkualitas.
Di negara lain seperti Malaysia, terdapat lembaga seperti SPAN (Suruhanjaya Perkhidmatan Air Negara) yang memiliki peran penting dalam pengawasan dan pengelolaan sektor air. SPAN berfungsi sebagai ombudsman untuk melindungi hak-hak konsumen dan mengawasi kinerja penyedia layanan air. Namun, di Indonesia, belum ada lembaga serupa yang memiliki kekuatan dan kewenangan yang cukup untuk mengelola sistem air perpipaan di tingkat nasional.
Tantangan utama dalam mengatasi masalah ini adalah bagaimana menciptakan mekanisme yang memungkinkan integrasi yang lebih baik antara pengelolaan air di tingkat kota/kabupaten dan pengelolaan sumber air di tingkat provinsi dan nasional. Selain itu, perlu ada upaya untuk menurunkan tarif listrik industri yang dikenakan pada PDAM, sehingga layanan air bersih dapat lebih terjangkau bagi masyarakat.
Dalam rangka mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mempertimbangkan pembentukan lembaga yang memiliki peran serupa dengan SPAN di Malaysia, yang dapat mengawasi dan mengatur sektor air secara nasional. Lembaga ini harus memiliki kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan, menetapkan standar pelayanan, dan melindungi hak-hak konsumen. Selain itu, perlu adanya kerjasama yang lebih erat antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam perencanaan tata ruang perumahan agar sistem air perpipaan dapat dikembangkan dengan lebih efisien.
Dalam menghadapi permasalahan air perpipaan yang sulit berkembang, penting untuk mengambil langkah-langkah yang holistik dan berkelanjutan. Hanya dengan upaya bersama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, kita dapat menciptakan sistem air perpipaan yang efisien, terjangkau, dan dapat memberikan pasokan air bersih yang memadai bagi semua lapisan masyarakat. Hal ini merupakan langkah penting dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai negara yang memiliki akses air bersih yang merata dan berkelanjutan.